Sepiring Berdua

 

Sepiring Berdua
Setelah menikah, kami berdua berjanji untuk hidup mandiri. Kami akan mencari tempat tinggal sendiri dan tidak lagi tinggal di rumah orang tua. Kami saat itu sangat optimis, karena pekerjaan kami saat ini telah berlangsung dengan baik dan bisa menunjang kehidupan yang layak saat kami berumah tangga nanti.

Hingga suatu saat, setelah kami menikah, aku tidak nyaman berada di lingkungan kerjaku. Rekan-rekan kerjaku sering menyindir aku, sementara aku ini seorang yang sensitif dan tidak tahan dengan omongan-omongan miring dari orang lain tentang kehidupanku. Akhirnya karena terus mendapatkan tekanan, aku meminta izin pada suamiku untuk dapat resign dari sana.

Suamiku awalnya menyuruhku untuk cuek saja, hingga ia melihat langsung aku yang mencoba untuk bunuh diri karena tidak sanggup dengan tekanan di dunia kerja. Suamiku pun menyetujuinya. Kebetulan penghasilanku memang lebih besar dibanding suamiku karena aku bekerja di perusahaan asing. Tentunya ekonomi keluarga kami pun sangat timpang semenjak aku resign.

Aku akui cukup berat dalam mengubah kebiasaanku yang dulunya serba ada. Aku dulunya memiliki kebiasaan jajan di luar, juga kebiasaan memakai barang-barang bermerek serta perawatan dengan harga tinggi. Sekarang aku harus meninggalkan itu semua.

Aku harus mengalihkan kebiasaanku itu dengan lebih berhemat. Agar aku bisa membayar semua cicilan tepat waktu, termasuk untuk makan sehari-hari. Suamiku hanya menguatkanku dengan kata-katanya.

“Ingat lah saja hari ini. Sepiring berdua. Kelak jika kita telah mencapai puncak, kita tahu bagaimana rasanya berada di bawah.”

Posting Komentar